Mereguk “Keindahan” Pantai Teluk Lombok
Sangatta, 29 Juli 2007
“Mau ke mana ya akhir pekan ini?” Pertanyaan ini biasanya kerap datang ketika akhir pekan menjelang. Menghabiskan akhir pekan memang mengasyikkan. Apalagi bagi kaum pekerja yang telah cukup dibuat lelah dengan rutinitas pekerjaan sehari-hari. Berakhir pekan merupakan pilihan bijak untuk melepas penat. Menikmati biru pantai, window shopping di mall, nonton film terbaru di bioskop, wisata kuliner, nge-game seharian, standing reading di Gramedia, atau melakukan hobi lainnya pasti asyik! Namun, di kota kecil seperti Sangatta hanya sedikit pilihan untuk itu. Sangatta hanyalah sebuah kota kecamatan di Kabupaten Kutai Timur Propinsi Kalimantan Timur. Kalau ditempuh dari bandara Sepinggan, Balikpapan, dibutuhkan waktu tempuh 6-7 jam dengan mobil. Atau 4-5 jam perjalanan dari Samarinda, ibukota Kalimantan Timur. Jalan utama di Sangatta hanya sepanjang delapan kilometer! Itupun berlubang dan berdebu. Fiuh! Maklum saja, jalanan itu sering dilalui kendaraan berat untuk keperluan pertambangan. Pasalnya, di sini ada perusahaan tambang batubara PT Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu produsen batubara terbesar di Indonesia.
Suatu hari aku melihat spanduk yang menarik “Saksikanlah Pemilihan Putri Kutim di Pantai Teluk Lombok, Minggu, 15 Juli 2007”. “Aha….,” teriakku, “asyik neh bisa lihat yang seger-seger.” Ternyata ada teman semasa kuliah yang juga ingin ke sana. Ahmad Fauzi namanya. Dia sudah setahun di Sangatta, kerja di sebuah perusahaan kontraktor pertambangan. “Ok, kita berangkat,” katanya mantap dengan mata yang berbinar-binar dan air liur bercucuran bagai serigala menemukan mangsa. “Tapi…,” kata dia, “aku belum pernah ke sana. Jadi nggak tahu jalannya.” Ih, capek dech…….
Berhubung hanya ada sebuah sepeda motor, itulah yang kami kendarai. Pinjaman pula. Sepanjang perjalanan kami selalu melihat papan petunjuk jalan, namun lebih banyak bertanya kepada orang sekitar arah menuju Pantai Teluk Lombok. Kata pepatah, “Malu bertanya sesat di ranjang eh…jalan”. Sepanjang perjalanan kami menjumpai ruas jalan yang cukup mulus tapi sepi dilalui kendaraan. Rumah-rumah pun masih jarang. Hingga kami tiba di sebuah pertigaan. Dan ternyata kami harus melalui jalanan berbatu dan berdebu sepanjang 21 km untuk sampai Pantai Teluk Lombok di bawah terik mentari yang menyengat. Sepanjang perjalanan kami terus menutup hidung agar debu tak masuk ke saluran pernafasan. Yang paling menjengkelkan tatkala ada sepeda motor yang menyalip kami. Celakanya, bila ada mobil yang berada di depan kami maka deburan debu seperti wedhus gembel langsung menyergap. Kalau sudah begitu kami harus memberhentikan kendaraan sejenak seraya menyebut segala isi kebun binatang. “Wah, kita salah alat neh. Harusnya bawa masker,” kata Fauzi. “Walah, seharusnya mobil. Tapi nggak apa-apa. Tanggung neh. Ntar ada obatnya kok,” kataku sambil terkekeh. Tak anyal entah berapa kali kami harus mengalah, berhenti lagi. Di tengah perjalanan kami jumpai pompa-pompa angguk yang masih berfungsi menyedot minyak dari dalam perut bumi. Agaknya kami melintasi Lapangan Minyak Bumi Sangkima Pertamina yang sudah cukup tua dan sepertinya tak terurus. Kami jumpai juga red mudstone yang bertebaran di sepanjang jalan.
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan plus menyiksa tiba juga kami di bibir Pantai Teluk Lombok. Ternyata sudah ribuan orang menanti kami eh…..menikmati keindahan pantai. Kami berputar-putar mencari lokasi pemilihan putri Kutim. Agaknya temenku ini sudah kagak tahan. “Nah, itu dia yang rame-rame dan ada sound systemnya,” kata Fauzi dengan semangat ’45. Ketika kami tiba acara baru saja dimulai. Namun, imaji kami yang tersedimentasi sejak beberapa hari sebelumnya tererosi sudah. Tersesarkan lagi. Imaji tentang acara pemilihan putri-putrian yang spektakuler seperti yang biasa tersaji di layar kaca ternyata tak lebih dari sekadar fashion show kaum anak baru gede. Tak ada tanya jawab untuk menguji 3B: brain, beauty, and satu lagi kok lupa yach (yang jelas bukan breast).
Acara ini dipandu oleh seorang MC balon (banci salon). Kocak juga perut ini terkocok. Sejurus kemudian para ABG itu berlenggok bak model profesional di atas panggung kayu memeragakan beberapa pose yang hmmm…..dengan busana yang hmmm….dan make up yang tebal. Melihat tontonan yang indah ini sayang kalau tak diabadikan. Lalu Fauzi mengeluarkan kamera digital dari sakunya. Ia tampak masih malu-malu. “Sini biar aku aja yang motret,” kataku seraya merebut kameranya. Baru beberapa jurus aku menjepret Fauzi malah merebut. Uh….aksinya bak fotografer profesional. “Yang baju hitam itu boleh juga,” kata Fauzi. “Minta aja nomoe HP-nya dan selanjutnya terserahlah,” saranku menyemangatinya.
Tak sampai usai kami di sana. Hanya dua jam. Usai makan dan minum kami langsung balik untuk menghindari bencana debu wedhus gembel yang lebih dahsyat lagi kalau ratusan kendaraan bermotor pulang secara bersamaan. Perasaan was-was selalu menghantui kami ketika melintasi kembali jalanan itu yang sepi. “Kalau ban bocor kita bisa celaka neh,” kataku. Dan ternyata hal itu terjadi juga. Bayangkanlah! Ah…Dewi Fortuna ternyata dekat dengan kami. Info yang kami dapat dari sesama pengendara ternyata 1 km di depan sudah jalan beraspal dan ada tukang tambal ban di sana. Fiuh!
Baru sebulan ini aku tinggal di Sangatta. Jemu rasanya. Untuk mendapatkan Kompas aku harus menuju town hall, alias taman kota. Itupun edisi yang terlambat satu-dua hari dan harganya Rp 4.000,00! Town hall merupakan satu-satunya ruang terbuka bagi segenap warga Sangatta. Town hall juga disebut sebagai Sangatta Baru. Di sana ada perumahan karyawan KPC yang dilengkapi dengan sekolah dan fasilitas olahraga: lapangan tenis, lapangan basket, lapangan sepakbola, dan kolam renang. Ada juga food court, mini market, pasar yang cuma beberapa lapak, perpustakaan, arena bermain anak-anak, ATM, dan gerai-gerai pedagang. Kalau malam minggu wuih…rame banget! Hanya ada tiga warnet di Sangatta. Itupun letoy banget, mahal lagi Rp 7.500,00 per jam.
Setiap fajar ribuan karyawan diangkut menggunakan bus dan mobil khusus. Pun sebaliknya jika senja tiba. Hanya kendaraan yang telah diberi izin khusus yang boleh masuk ke area tambang. Pengemudinya pun demikian. Hanya yang memiliki KIMPER (Kartu Izin Mengemudi Perusahaan) yang boleh mengendarai. Untuk mendapatkan KIMPER seseorang harus lulus ujian praktik mengendarai. Dan itu tidak mudah! Peraturan kerja sangat ketat. Dalam hal mengemudi, misalnya. Apabila pengemudi tidak mengenakan sabuk pengaman maka golden shake sudah menanti. Dan itu tidak pandang bulu. Jangankan pengemudi yang tidak mengenakan sabuk pengaman, penumpangnya pun bila tak mengenakan sabuk pengaman bakal kena juga. Dan pengemudinya juga dinyatakan bersalah dan dipecat!
Suatu hari aku melihat spanduk yang menarik “Saksikanlah Pemilihan Putri Kutim di Pantai Teluk Lombok, Minggu, 15 Juli 2007”. “Aha….,” teriakku, “asyik neh bisa lihat yang seger-seger.” Ternyata ada teman semasa kuliah yang juga ingin ke sana. Ahmad Fauzi namanya. Dia sudah setahun di Sangatta, kerja di sebuah perusahaan kontraktor pertambangan. “Ok, kita berangkat,” katanya mantap dengan mata yang berbinar-binar dan air liur bercucuran bagai serigala menemukan mangsa. “Tapi…,” kata dia, “aku belum pernah ke sana. Jadi nggak tahu jalannya.” Ih, capek dech…….
Berhubung hanya ada sebuah sepeda motor, itulah yang kami kendarai. Pinjaman pula. Sepanjang perjalanan kami selalu melihat papan petunjuk jalan, namun lebih banyak bertanya kepada orang sekitar arah menuju Pantai Teluk Lombok. Kata pepatah, “Malu bertanya sesat di ranjang eh…jalan”. Sepanjang perjalanan kami menjumpai ruas jalan yang cukup mulus tapi sepi dilalui kendaraan. Rumah-rumah pun masih jarang. Hingga kami tiba di sebuah pertigaan. Dan ternyata kami harus melalui jalanan berbatu dan berdebu sepanjang 21 km untuk sampai Pantai Teluk Lombok di bawah terik mentari yang menyengat. Sepanjang perjalanan kami terus menutup hidung agar debu tak masuk ke saluran pernafasan. Yang paling menjengkelkan tatkala ada sepeda motor yang menyalip kami. Celakanya, bila ada mobil yang berada di depan kami maka deburan debu seperti wedhus gembel langsung menyergap. Kalau sudah begitu kami harus memberhentikan kendaraan sejenak seraya menyebut segala isi kebun binatang. “Wah, kita salah alat neh. Harusnya bawa masker,” kata Fauzi. “Walah, seharusnya mobil. Tapi nggak apa-apa. Tanggung neh. Ntar ada obatnya kok,” kataku sambil terkekeh. Tak anyal entah berapa kali kami harus mengalah, berhenti lagi. Di tengah perjalanan kami jumpai pompa-pompa angguk yang masih berfungsi menyedot minyak dari dalam perut bumi. Agaknya kami melintasi Lapangan Minyak Bumi Sangkima Pertamina yang sudah cukup tua dan sepertinya tak terurus. Kami jumpai juga red mudstone yang bertebaran di sepanjang jalan.
Akhirnya, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan plus menyiksa tiba juga kami di bibir Pantai Teluk Lombok. Ternyata sudah ribuan orang menanti kami eh…..menikmati keindahan pantai. Kami berputar-putar mencari lokasi pemilihan putri Kutim. Agaknya temenku ini sudah kagak tahan. “Nah, itu dia yang rame-rame dan ada sound systemnya,” kata Fauzi dengan semangat ’45. Ketika kami tiba acara baru saja dimulai. Namun, imaji kami yang tersedimentasi sejak beberapa hari sebelumnya tererosi sudah. Tersesarkan lagi. Imaji tentang acara pemilihan putri-putrian yang spektakuler seperti yang biasa tersaji di layar kaca ternyata tak lebih dari sekadar fashion show kaum anak baru gede. Tak ada tanya jawab untuk menguji 3B: brain, beauty, and satu lagi kok lupa yach (yang jelas bukan breast).
Acara ini dipandu oleh seorang MC balon (banci salon). Kocak juga perut ini terkocok. Sejurus kemudian para ABG itu berlenggok bak model profesional di atas panggung kayu memeragakan beberapa pose yang hmmm…..dengan busana yang hmmm….dan make up yang tebal. Melihat tontonan yang indah ini sayang kalau tak diabadikan. Lalu Fauzi mengeluarkan kamera digital dari sakunya. Ia tampak masih malu-malu. “Sini biar aku aja yang motret,” kataku seraya merebut kameranya. Baru beberapa jurus aku menjepret Fauzi malah merebut. Uh….aksinya bak fotografer profesional. “Yang baju hitam itu boleh juga,” kata Fauzi. “Minta aja nomoe HP-nya dan selanjutnya terserahlah,” saranku menyemangatinya.
Tak sampai usai kami di sana. Hanya dua jam. Usai makan dan minum kami langsung balik untuk menghindari bencana debu wedhus gembel yang lebih dahsyat lagi kalau ratusan kendaraan bermotor pulang secara bersamaan. Perasaan was-was selalu menghantui kami ketika melintasi kembali jalanan itu yang sepi. “Kalau ban bocor kita bisa celaka neh,” kataku. Dan ternyata hal itu terjadi juga. Bayangkanlah! Ah…Dewi Fortuna ternyata dekat dengan kami. Info yang kami dapat dari sesama pengendara ternyata 1 km di depan sudah jalan beraspal dan ada tukang tambal ban di sana. Fiuh!
Baru sebulan ini aku tinggal di Sangatta. Jemu rasanya. Untuk mendapatkan Kompas aku harus menuju town hall, alias taman kota. Itupun edisi yang terlambat satu-dua hari dan harganya Rp 4.000,00! Town hall merupakan satu-satunya ruang terbuka bagi segenap warga Sangatta. Town hall juga disebut sebagai Sangatta Baru. Di sana ada perumahan karyawan KPC yang dilengkapi dengan sekolah dan fasilitas olahraga: lapangan tenis, lapangan basket, lapangan sepakbola, dan kolam renang. Ada juga food court, mini market, pasar yang cuma beberapa lapak, perpustakaan, arena bermain anak-anak, ATM, dan gerai-gerai pedagang. Kalau malam minggu wuih…rame banget! Hanya ada tiga warnet di Sangatta. Itupun letoy banget, mahal lagi Rp 7.500,00 per jam.
Setiap fajar ribuan karyawan diangkut menggunakan bus dan mobil khusus. Pun sebaliknya jika senja tiba. Hanya kendaraan yang telah diberi izin khusus yang boleh masuk ke area tambang. Pengemudinya pun demikian. Hanya yang memiliki KIMPER (Kartu Izin Mengemudi Perusahaan) yang boleh mengendarai. Untuk mendapatkan KIMPER seseorang harus lulus ujian praktik mengendarai. Dan itu tidak mudah! Peraturan kerja sangat ketat. Dalam hal mengemudi, misalnya. Apabila pengemudi tidak mengenakan sabuk pengaman maka golden shake sudah menanti. Dan itu tidak pandang bulu. Jangankan pengemudi yang tidak mengenakan sabuk pengaman, penumpangnya pun bila tak mengenakan sabuk pengaman bakal kena juga. Dan pengemudinya juga dinyatakan bersalah dan dipecat!
Sangatta, 29 Juli 2007