Friday, December 5, 2008

>Imaji "Laskar Pelangi"


Akhirnya jadi juga aku nonton film “Laskar Pelangi”. Pas cuti kemarin. Penuh perjuangan dan sedikit kekonyolan. Gini dongengannya. Dari Tarakan, Kaltim, jam 4 Wita aku terbang menuju Balikpapan. Transit satu jam lalu lanjut ke Surabaya. Transit satu jam buat menuju Denpasar. Alhasil jam 22.30 WITA baru sampe bandara Ngurah Rai. Kedua orangtuaku dan kekasihku dah menanti kehadiranku….Seandainya ada penerbangan langsung Tarakan-Denpasar tentu tak sampai dua jam aku sudah mendarat di Bali. Fiuh!!!

Suatu hari usai jalan-jalan ke GWK aku mengajak pacarku nonton “Laskar Pelangi” di Galeria Mall. Baru kali pertama aku menginjakkan kaki di sana. Halaman parkirnya sangat luas kukira. Gedungnya cuma dua lantai. Yang membuatku terkesan adalah desainnya yang sangat tropis. Atapnya rendah. Dinding-dindingnya terbuka sehingga sinar matahari dan angina sepoi bisa masuk bebas. Banyak tempat duduk buat kongkow-kongkow di taman. Ada gemericik air mancur pula. Ah.....segarnya.....

Segera saja aku menuju gedung bioskop yang terpisah dari bangunan induk mall. Tampak sepi. Hanya sedikit orang yang duduk. Segera saja aku menuju loket. Ah, celaka. Ternyata tiket telah habis buat semua jam pertunjukkan hari itu! Sedih dech.

Tak bisa aku nonton di Bali akhirnya aku nonton di Semarang. Gila, kan? Ah, ga juga. Lha wong aku nemenin pacarku pulang ke rumah ortunya. Minggu, 8 November 2008 aku ngajak kekasihku nonton di sebuah bisokop di kawasan Simpang Lima. Ah...lama sekali aku tak merasakan momen berduaan seperti itu.

Kami tiba jam 13.05. Antrian sudah panjang. Sepuluh meter. Jam pertunjukkan 14.00. baru saja satu meter melangkah dari antrian. “Tiket Laskar Pelangi jam setengah dua sudah habis,” kata seorang petugas. Biarlah. Masih ada jam berikutnya. Tak sampai 15 menit aku sudah mendapatkan dua lembar tiket untuk pertunjukkan jam 16.00. Sambil menunggu jam pemutaran aku dan kekasihku menikmati waktu jalan-jalan. Lalu kami menuju food court di lantai 1. Pesan minuman dan ngobrol.

Tak terasa jam pertunjukkan hampir tiba. Segera saja aku lihat kembali lembaran tiket itu. “Quantum of Solace jam 15.30”. Film James Bond terbaru. Celaka! Aku salah beli tiket! Segera saja aku berlari menuju loket di lantai dua. Aku hendak komplain. Tapi di loket itu tertulis “Tiket yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan”. Apes. Jelas aku sangat jengkel dengan ketololanku. Kekasihku dengan sabar menenangkanku. Bagaimanapun juga aku harus nonton hari itu. Akhirnya aku kembali antri untuk mendapatkan tiket pertunjukan jam 23.00! Dua lembar tiket yang telanjur dibeli tadi kuberikan kepada Wima, adik kekasihku. Kebetulan Wima ngebet banget pengen nonton “Quantum of Solace”. Dia nonton bareng pacarnya. Harga tiket per lembarnya Rp.20.000,00. Tiket pesawat Tarakan-Denpasar Rp. 1.146.000,00. Air port tax Rp. 20.000,00. Tiket bus eksekutif Denpasar-Semarang Rp. 250.000,00. Total jenderal Rp. Rp. 1.436.000,00 biaya untuk nonton "Laskar Pelangi"!

Semenjak kelar membaca novelnya setahun lalu aku membayangkan kalau novel itu difilmkan. Kayak apa ya jadinya? Tapi biasanya film yg diambil dari novel/ buku tak semenarik bukunya. Lihat aja: “Ayat-ayat Cinta”, “The Da Vinci Code”, “Harry Potter”, “Lupus”, “Gie”, atau “Cintaku di Kampus Biru”. Betul juga. Selama nonton “Laskar Pelangi” tak kudapati daya magis imaji yang kureguk ketika membaca novelnya. Barangkali sebuah cerita akan menjadi jauh lebih menarik bila terendapkan dalam imaji pembacanya. Rangkaian gambar bergerak dan tata suara tak mampu mengalahkan imaji yang berloncatan dalam novelnya. Bisa jadi karena itulah umat Islam tak membolehkan Nabi Muhammad digambarkan rupanya, apalagi difilmkan. Agar imaji kehebatan dan kesalehan Nabi Muhammad tetap terjaga indah dalam memori umatnya.



Terima kasih Andrea Hirata dan Riri Reza yang telah memberikan kisah inspiratif buat anak negeri.