Bandara Internasional Ngurah Rai
Selasa, 28 April 2009, 22:35 WITA
“Mandala Airline dengan nomor penerbangan RI 384 dari Jogjakarta telah mendarat.” Sebuah pengumuman baru saja dilantangkan. Beberapa menit kemudian muncul dua manusia ajaib dari gerbang terminal kedatangan domestik. Masing-masing membawa sebuah tas punggung. Yang satu berjaket, yang lainnya berkaos. Keduanya clingak-clinguk seperti mencari seseorang. Dan ketika mata mereka melihatku wajah mereka jadi berseri. Mereka adalah Pongge dan Buris yang baru pertama kali menjejakkan kaki di Bali!!! Kedua kawan semasa kuliah ini sudah lama ngebet ingin ke Bali.
Dalam perjalanan ke rumahku di Badung kami melewati pantai Kuta dan jalan Legian. Jalanan lengang oleh lalu lalang kendaraan. Tapi lalu-lalang para pelancong berjalan kaki makin ramai. Mata Buris, terutama Pongge, tak henti-hentinya melototin bule-bule yang berpakaian minim bersliweran di sepanjang trotoar. Melewati beberapa diskotik yang saling behadapan beradu audio hasrat Pongge kian tak terkendali. Kepalanya bergoyang-goyang. Tangannya menari-nari. Dan, hampir saja ia melompat dari sampingku seandainya saja tak ku-central lock pintu mobil. Lagipula masih ada safety belt yang menahan tubuh Pongge. “Sabar, Pong. Saiki kan awake dhewe sih rekonais. Eksplorasi detaile suk wae,” kataku pada Pongge. “Tapi, aku wis ora tahan kie, Gen. Maklum bar metu saka alas,” jawabnya. Buris yang duduk di belakang terbahak-bahak hahaha…….
Tengah malam kami tiba di rumahku. Ngobrol-ngobrol sebentar lalu kami beranjak tidur. Usai sarapan, kami menuju ke pantai Sanur yang sepi. Sebelumnya kami singgah ke toko kamera.”Lha, piye tho cah iki arep plesir ora nggowo Kimera,” gerutu Pongge. Setelah memilih dan membayar. Eh…yang bayar Buris. Jadi kamera itu kepunyaan Buris lho. Padahal Pongge juga pengen beli kamera yang canggih. “Wis ta cepake duit sa-tas kie saka Kalimantan,” kata Pongge ndagel.
Di seberang pantai Sanur tampak pulau Nusa Lembongan yang masih alami. Seandainya kami punya cukup waktu ingin aku mengajak mereka ke sana sekaligus ke rumah istriku. Cuma menghabiskan segelas minuman kami berlanjut ke GWK di Jimbaran.
Cuaca cukup terik tapi tak seterik langit Kalimantan. Langit tampak indah dengan warnanya. Angin semilir dengan genit mencolek-colek kulit kami yang memang tidak terawat. Ngetes kamera baru. Jepret sana jepret sini berlatar belakang patung Dewa Wisnu setengah jadi. Jepret lagi berlatar perbukitan kapur yang sudah dikeruk. “Kayaknya aku mo bikin mineplan kayak gini aja dech biar seru hehehe,” Buris nyletuk.
Siang menjelang sore kami balik ke rumah. Kebetulan ada tetangga yang meninggal dan sore itu akan diadain upacara ngaben. Pongge dan Buris pengen ngeliat acara itu. Tapi sayang keinginan mereka harus tertunda. Kami terlambat datang!
Abis mandi kami Kanjut beredar ke pantai Kuta menikmati sunset. Padahal sebenarnya pengen liat bule-bule berjemur hehehe…..Yach, udah sunset pasti ga ada bule yang “action”. Jepret-jepret lagi. Kami jalan-jalan menyusuri pantai dan trotoar. Matahari sudah sembunyi. Kami segera meluncur ke resto Jimbaran buat dinner. Berhubung sudah lama aku nggak ke sana, kami sempat kesasar. Tapi setelah tanya sana-sini sampai juga di tujuan. Gile bener…..parkiran penuh. Kami memilih meja tepat di bibir pantai. Kalau ngeliat daftae menu malah bikin pusing. Akhirnya kami langsung ke dapur. Bisa langsung pilih seafood segar. Setelah tunjuk sana tunjuk sini akhirnya 700gr kakap merah dan 400 gram udang menjadi santapan malam kami. Perut dah keburu keroncongan tapi pesanan kami belum datang juga. Untungnya welcome drink dan camilan kacang cukup menjadi penghibur kami ngobrol ngalor-ngidul. Akhirnya yang ditunggu datang juga. Si kakap dan si udang udah tergolek seksi menanti kami mencumbunya. Wajah-wajah kelaparan kami melutuhlantakkan jiwa raga mereka hahaha…..ditemani sebakul nasi putih hangat, sayur plecing, es jeruk, dan desert. Waduh Pongge nambah ampe 3x. Doyan po busung lapar kie?
Wis wareg. Kami beredar ke Legian. Ngeliat monument bom bali dan daftar korbannya. Jepret lagi dech. Kami berjalan kaki menyusuri trotoar dan gang-gang. Nonton tarian bola di depan pintu masuk sebuah diskotik dan tengah malam kami pulang.
Paginya kami beredar lagi ke sebuah toko suevenir di Denpasar. Kira-kira 30 menit perjalanan. Pongge dan Buris mengikutiku dengan sepeda motor. Sampai di toko Pongge sibuk memilih baju pantai. Buris melihat-lihat kaos. Dan aku mencari minuman brem dan brem batangan. Usai membayar kami berpisah. Karena sore itu aku harus ke Semarang naik bus malam yang kebetulan jalurnya lewat depan rumahku. Sedangkan Pongge dan Buris masih beredar menikmati Bali sampai dua hari kemudian.