Cuti tahunanku jatuh di bulan April ini. Aku ingin rehat sejenak dan merefleksikan perjalanan hidupku. Aku ambil cuti delapan hari kerja, ditambah hari libur totalnya jadi 12 hari. 12 April aku mendarat di Jogja. Entah mengapa aku merasa hommy di Jogja, kota yang penuh kenangan. Cuma tiga hari aku di Jogja. Aku berterima kasih pada Giri, sohibku di kampus dan KMHD, yang mau menampungku di rumah kos-kosannya.
Banyak sekali yang berubah di Jogja. Kalau masa kuliah dulu aku nongkrongnya di warung angkringan dan burjo tap sekarang bolehlah di café-café yang bertebaran di jakal sembari berselancar di dunia maya pakai laptop. Minggu malam, 13 April, bersama rekan-rekan semasa kuliah Bosman yang penggagur berduit (baru sebulan ia resign dari KPC), Emen (yang lagi serius menyelesaikan skripsinya setelah beberapa tahun waktunya tersita bekerja di perusahaan minyak di Sumatera), dan Moncos (masih berstatus mahasiswa). Kami ngobrol ngalor-ngidul di MP Book Point jakal km 6,2. Banyak kisah seru dan saru yang terurai. Sesekali kali tekekeh mendengar cerita salah seorang dari kami. Kami ngobrol ditemani minuman hangat dan kudapan sedap dari jam 19 sampai café tutup jam 23.30!
Semasa kuliah tak sekalipun aku pernah naik becak. Tapi aku bisa menikmatinya kali ini. Dari Gejayan ke Malioboro aku naik becak. “Ning Malioboro pinten, Pak?” tanyaku pada tukang becak yang lagi mangkal di simpang tiga Gejayan-Jl. Solo. “Limo las, Mas,” jawabnya. Aku tawar Rp 8.000,00 dia nggak ngasih. Dia maunya Rp. 10.000,00. Dengan bersilat lidah akhirnya dia mau menurutiku. Naik becak melintasi jalan raya asyik juga. Sampai di ujung Jl. Mangkubumi, sebelum rel kereta, aku mengajak tukang becak mampir di warung makan. Kami pesan soto ayam dan teh. Untuk itu semua aku Cuma bayar Rp. 8.000,00. Sangat murah! Lalu kuminta si tukang becak mengayuh pedal becaknya lagi. Malioboro sudah di pelupuk mata. Kuberi Rp 10.000,00 dan tak kuminta kembaliannya pada si tukang becak. Sebenarnya aku tadi menawar Cuma sekadar iseng.
Belanja buku adalah wajib bagiku. Tentu saja “Toga Mas” menjadi pilihanku. Sebenarnya banyak buku yang ingin aku beli, mumpung murah. Tapi aku harus memikirkan repotnya bila membawa terlalu banyak buku ke Kaltim. Alhasil, aku harus memilih buku sesuai kebutuhanku. Untuk lima buku: kumpulan sajak “Angin pun Berbisik”, “K!ck Andy” kumpulan kisah inspiratif, “Winnetou II” karya Karl May, “Hidup Bukan Hanya Urusan Perut” kumpulan esai edan Prie GS, “Geologi Mineral Logam”, dan majalah “Mix” aku Cuma membayar 180an ribu rupiah. Belanja buku aku lanjutakan di “Toga Mas” Denpasar. Di sana aku membeli buku kocak karya Raditya Dika, Kelik Pelipur Lara, dan Teguh Satriono. Untuk enam buku itu aku Cuma membayar 120an ribu rupiah.
Di Jogja Cuma tiga hari. Tanggal 15 pagi aku bertolak ke Surabaya naik bus patas buat nengok adikku yang kuliah di ITS. Malamnya aku langsung ke Bali naik kereta api jam 22.30 dari Gubeng turun di Banyuwangi lalu dilanjutkan dengna bus dari PT KAI. Untuk perjalanan ke Bali aku membayar Rp. 90.000,00. Di rumah orangtuaku dan calon istriku sudah menanti.
No comments:
Post a Comment