Rekan-rekan kuliah gw di geology ugm 2000 lagi mo bikin buku angkatan. lazimnya buku angkatan pasti isinya foto n profil masing2. nah, biar ga ngebosenin buku ini diselingi beberapa tulisan. lha...ini feature yang gw bikin. versi aslinya lbih panjang dari ini...khusus buat blog ini sengaja disunting biar ga terlalu panjang....
Dan Damai di Bumi ………….!
oleh Igen Arya
Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Nukilan lagu yang dinyanyikan KLA Project itu tentu membawa kenangan tersendiri bagi siapa saja yang pernah menjalani kehidupan di
“Saya lahir dan besar di
Obyek wisata tentu saja menjadi daya tarik yang lain. “Dari utara, K
Fajar mengaku awalnya ia tidak tertarik belajar Geologi. Ia sebenarnya menjatuhkan pilihan hatinya pada Informatika di ITB. Namun, seiring perjalanan waktu akhirnya ia bisa menikmati belajar Geologi. Apalagi, “Aku ketemu teman dan dosen yang maniak komputer, Afnin dan Pak Wayan. Akhirnya jadi deh gabungan antara Informatika dan Geologi. Sedikit nyleneh, memang, tapi aku benar-benar menikmatinya,” tutur pria lajang yang bekerja di Micromine, sebuah perusahaan perangkat lunak pertambangan di
Peni Rostiarti (26) yang besar di
Menurutnya terlepas dari profesinya itu, ternyata mereka masih punya nilai kesopanan dan tatakrama. Bahkan, “Mereka menyumbang kalau ada warga yang meninggal dunia (lelayu) sampai membantu warga sekitar yang ekonominya sulit,” paparnya. “Jadi jangan menilai orang dari profesinya!” pesan Peni tegas.
Jembatan Babarsari menjadi tempat favorit bagi Peni untuk menjernihkan pikiran. Peni beralasan, “Soale sungainya masih jernih, adem, dan enak buat duduk nganggur sambil ngelihat anak-anak Magmagama berlatih.” Selain itu ia juga kerap mengunjungi Benteng Vrederburgh dan menyusuri Jalan M
Mahasiswa bersepeda! Kenangan seperti itu yang membekas di benak Taufik Lubis (26) ketika mengunjungi Yogyakarta pada liburan panjang masa sekolah lanjutan pertamanya. ”Saat itulah aku berniat suatu saat nanti harus kemb
Nilai kesederhanaan masyarakat Yogyakarta sungguh membekas di hati Taufik. ”Aku jarang membeli baju atau celana baru. Uang lebih baik digunakan untuk memfotokopi buku atau membayar praktikum,” kata Taufik. Menurutnya masyarakat di Yogyakarta bebas berekspresi dan cenderung santai. ”Mau bepakaian sepeti Don Juan, atau berpakaian lusuh, kumal dan kucel tidak akan ada yang peduli,” terangnya.
”Warung burjo dan angkringan adalah tempat yang sering aku kunjungi,” aku Taufik. Biasanya ia datang malam hari bersama kawan-kawannya sembari berdiskusi ringan tentang banyak hal. Pria berkacamata yang bekerja di PT. Medco Energy E & P
Giri Prayoga (27) yang asli B
David P. Timisela (26) yang berdarah Ambon tetapi besar di Bandung memilih kuliah di UGM demi membahagiakan orangtuanya. ”Karena selama ini kakak-kakak gue kuliah di swasta semua,” katanya beralasan. Selain itu ia ingin suasana baru. Ia merasa bosan terus-menerus hidup di Bandung. Karena itulah ia tidak memilih UNPAD maupun ITB. ”Saatnya berkelana ke Jogja sek
Menurut David kehidupan masyarakat Jogja penuh kesederhanaan. Mereka nerimo hidup ini dan menjalaninya apa adanya tanpa pernah mengeluh kepada Sang Pencipta. Karena itulah David yang bekerja sebagai Geologist/ Geophysicist pada PT Pertamina Geothermal Energy tak terlalu menuntut fasilitas mewah saat bekerja di lapangan. "Asal bisa makan dan tidur sudah cukuplah... hehehe,” paparnya merendah.
Gelanggang Mahasiswa UGM merupakan tempat nongkrong Wahyu Seno Aji (26). Mantan aktifis Badan Eksekutif Mahasiswa ini menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat itu: makan, tidur, nulis artikel, cari duit. ”Daripada gue kuliah Petrologi atau Ilmu Lingkungan mending gue di sini terus ikutan demonstrasi di Bunderan UGM,” kisah Seno.
Seno juga kerap mengunjungi Pasar Ngasem pun Tamansari. Baginya, itu adalah tempat p
Seno yang bekerja sebagai Geologist di CNOOC SES Ltd ini semasa mahasiswa kerap menulis artikel bebas untuk media massa lokal. Dari situ ia mendapatkan tambahan uang demi kelangsungan hidupnya. ”Dari kuliah gue mencoba menghidupi diri dengan berbagai macam hal, termasuk nulis artikel. Sampai akhirnya menjelang lulus kuliah gue ingin jadi wartwan perang dan wartawan National Geographic hehehe...,” kisah Seno. Tapi sayang cita-cita itu kandas lantaran sang kekasih tak merestui.
Toleransi, damai, keberagaman, sederhana, dan nggak ngoyo inilah yang Seno pelajari dari ritme kehidupan warga Jogja. Seno mengakui hal itu sangat memengaruhi pandangan hidupnya. Kerinduan pada Jogja kerap membuatnya sering ke Jogja di akhir pekan. ”Bukan cuma buat menjenguk pacar, tapi juga memutar sebentar ritme hidup. Duduk lama di angkringan nasi kucing, ngobrol sama penjualnya, mendengar keluh kesahnya, duduk nangkring dengan abang becak, mahasiswa, maupun penganggur. Sambil menghentikan sebentar ritme Jakarta,” ungkap anak Jakarta ini.
Beristri orang Jogja? Ini sudah terjadi pada Mauritius Thomas Octorano Doze (27). ”Nggak nyangka gue dapat jodoh dan akan hidup di Jogja, ber-KTP Sleman pula,” ceritanya. Barangk
Thomas yang berdarah Flores, Nusa Tenggara Timur, namun besar di Bekasi ini meski terbiasa dengan lingkungan masyarakat yang heterogen tetapi sesek
Yogyakarta laksana oasis kehidupan bagi setiap insan yang pernah menjalani proses menjadi manusia dewasa. Andai saja Karl May sempat singgah ke Bumi Mataram dalam kisah petualangannya menjelajahi dunia barangk
Phsaw...............
Ah.....pulang yuk ke Jogja.....! ■
1 comment:
hmmm... belum ada ceritanya si igen yang ke salon tapi gak nyalon kayaknya ... :D
Post a Comment