Tuesday, February 12, 2008

>Kenangan di Asrama Bali "Saraswati" Yogyakarta

Ada yang berubah dari Asrama Bali Saraswati. Info ini ditiupkan Giri Mapala kepadaku. Apanya seh yang berubah? Giri mendeskripsikan dengan detil perubahan itu. Lalu ketika di pura berjumpa dgn Wahyu-Jayapangus, yang pernah tinggal di asrama itu bersamaku, dia pun bercerita hal yg serupa. Semakin menambah aroma penasaranku….

Dan benar saja, setelah bertahun-tahun tak melancong ke asrama Bali ternyata asrama bersejarah itu telah berubah menjadi bangunan yang semakin megah dan mewah. Pun bangunan puranya. Ntah berapa rupiah telah dihabiskan untuk menyulapnya. Kabarnya bermilyaran rupiah. Kalah dech pura banguntapan.Tak ada yg tersisa dari bangunan lama. Sebuah kamar paling ujung, dekat kamar mandi, nan kumuh tempatku pernah merebahkan diri di sana selama empat bulan sudah tak berbekas. Ketika tahun ajaran baru biasanya asrama Bali banyak dipakai rujukan calon mahasiswa dari Bali, lebih tepatnya yg mengaku berdarah Bali. Meski ia berasal dari lampung, sulawesi, lombok, maupun jawa.

Momen yg paling dinanti oleh penghuni asrama bali yg jumlhnya belasan itu adalah hari minggu ketika latihan tari digelar. Bukan kami tertarik ama tariannya. Tp lbh tertarik siapa yg menari hehehe.....maka dgn berbagai dandanan dan pasang tampang penghuni asrama bali telah siap sedia menggelar tampangnya di teras depan. Sapa tahu ada yg nyangkut......

Selama empat bulan tinggal di sana, byk dongeng tak mengenakkan dari mereka ttg kmhd ugm. Sbg penghuni yg satu2nya kul d ugm, tentu saja aku melakukan perlawanan dgn memuntabkan berbagai dalil dan beretorika........sbg mhs aku tak melihat aktivitas mrk belajar. Lbh sering nggamel dan ngegame....blm lg tabiat mereka yg nggak santun dan susah diberi tahu.tp tak semua sperti itu. Aku punya pengalaman yg tak mengenakkan ketika berurusan dg salah satu dari mereka. Aku ditempeleng!!! Kacian dech...aku korban kekerasan dalam rumah tangga......

Waktu itu sbg org yg ditugaskan menjaga kebersihan dan ketertiban aku berusaha menjalan tugas itu sebaik-baiknya. Ada salah seorang kawan (meski dia nggak tinggal di asrama tp hampir saban hari dia ke asrama) yg masuk asrama masih pake sepatu. Padahal di pintu masuk jelas2 tertera tulisan “Alas kaki mohon dilepas”. Lalu aku laporkan kepada ketua asrama bali saat itu. Lalu sang ketua memepringatkannya. Tp ternya kawan itu nggak terima dan tiba2 saja dia sudah berdiri di pintu kamarku dg pose berkacak pinggang. Dia menyalak-nyalak bak anjing, tak terima diperingatkan. Sekurus kemudian, “Plok!!!” satu tamparan dengna sukses menodai ketampanan wajahku. Dan kacamataku terlepas dari daun telingaku, jatuh beberapa langkah di depanku, untung aja nggak pecah. Aku terkejut luar biasa. Lalu iapun hendak memberiku jurus kedua. Untung saja ada kawan lain yg melerainya. Tentu ia geram dan terus memaki-makiku. Entahlah, tak ada rasa sakit pada diri dan jiwaku. Tamparan itu tak terasa sbg sebuah kesakitan. Yg kurasakan adalah sapaan hangat dr seorang kawan. Aneh pula, sama sekali aku tak melakungan dan nggak ingin melakukan perlawanan. Agaknya sihir Ahimsa Mbah Gandhi bekerja padaku. akal sehatku msh kupakai kala itu. Badanku kecil tak sebanding dengan tubuhnya yg tinggi, kira2 180cm. Drpada jd keripik goreng, lbh baik aku mengalah. Aku hanya mengucapkan kalimat ini padanya, “Percuma kamu jauh2 dr Bali kalo cara berpikir dan tindakanmu cekak kayak gini. Apalagi kamu dari SMU favorit di Bali.”
Tak berapa lama setelah kawan ini pergi, dtg lg seorang kawan lainnya yg tiba2 mendatangiku di kamar. Dia ini hendak membela kawan sepermainannya tadi. Kawan ini jg nggak kalah gede. Apa daya tubuhku yg kecil ini. Aku cm punya dua ilmu memeprtahankan diri: ilmu pelet dan ilmu kuda ngacir. Pelet maksudku menjulurkan lidah alias melet hehehe...dua2nya msh kusimpan dgn baik, blm aku gunakan.

Lagi2 aku hendak diberi pelajaran, untung dilerai ma tmn2 seasrama. Lepas kejadian itu aku nggak habis pikir kenapa org2 macam gini ada di Jogja? Mo kuliah apa jd preman?
Esoknya ada kejadian yg nggak hbs kupikir. Kedua kawan tadi datang ke asrama. Mereka menyalami dan meminta maaf pada semua warga asrama bali, kecuali aku. Entahlah.......mungkin mereka malu, tengsin atau masih dendam.....besoknya aku hengkang dari asrama bali, menghindari kemungkinan buruk.

Asrama Bali Saraswati boleh megah dan mewah, tapi yang tak kalah pentingnya adalah manusia-manusia yang tinggal di dalamnya harus santun. Asrama Bali telah menjadi saksi bisu atas gelihat mahasiswa Bali (Hindu) di Yogyakarta. Jangan Cuma kelakuan segelintir orang itu, citranya jadi ternoda.

Cheers,
Warga Kota “Koboi” Sangatta

No comments: