Friday, September 26, 2008

>"Mereka Bilang, Saya Monyet!"


“Nyet, yok po kabarmu? Awakmu ono nang endi saiki?” tanya kawan SMA-ku via Yahoo! Messenger suatu siang. Itu tadi adalah bahasa Jawa gaya jawa timuran yang terjemahan begini, “Nyet, bagaimana kabarmu? Kamu sekarang di mana?” Nyet. Ah, sapaan ini mengingatkanku pada romantika masa berseragam abu-abu sepuluh tahun yang lalu di Kot Malang. Nyet, lengkapnya monyet. Kadang temen-temenku memanggilku “thek”, lengkapnya kethek yang artinya monyet juga. Sial! Entahlah mengapa mereka memanggilku seperti itu. Padahal kalau diamati secara seksama, dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, lho kok malah jadi teks proklamasi. Maksudnya kalau diamati secara detail dengan skala 1 : 100 maka aka terlihat jelas struktur, tekstur, warna, morfologi, dan litologi bahwa aku sangat tidak tepat dipanggil monyet. Tapi lebih tepat dipanggil gorilla! Lho, kok malah lebih parah ya….hehehe…

Sekolah di SMUN 5 Malang seperti berada di kebun binatang. Ada kambing, unta, sapi, mentok, dan tikus. Temen-temen bikin julukan seenak udelnya aja. Temenku yang bernama Haris dijuluki kambing. Mungkin itu lantaran dandanannya yang memang jorok, item, dekil, dan bau. Suer aku nggak bohong kok, cuma hiperbolis hehe. Masih mending si Raditya “Kambingjantan” yang gokil lewat buku-bukunya itu. Kawanku yang bernama Abdul, keturunan Arab, mungkin karena posturnya yang tinggi nan ceking dan hidungnya yang moncong lantas dijuluki unta. Cocok. Kawanku yang lain dipanggil sapi lantaran namanya Syafii. Pernah baca komik Donal Bebek, kan? Ada tokoh yang namanya Agus angsa. Nah, kawanku yang bernama Agus jadilah dipanggil mentok (bahasa Jawa yang artinya angsa). Nah, kalau temenku yang dipanggil tikus ini mungkin lantaran mukanya yang mirip tikus hehehe….tiga rius….

Padahal rahasia ini telah aku simpan ratusan tahun supaya tidak menjadikan gempar dunia gaib sana. Tapi, sejatinya aku harus menuntut Djenar Maesa Ayu yang telah melakukan pelanggaran hak atas kekayaan intelektualku. Ia menerbitkan kumpulan cerita pendeknya yang diberi judul “Mereka bilang ,saya monyet” tanpa seizin aku. Benci aku! Sebel aku!

Tuesday, September 23, 2008

>Tolak RUU APP!


Dari seorang kawan...

Mestinya hari ini, 23 September 2008, DPR akan mensahkan sebuah Undang-undang (UU) kontroversial. Disebut kontroversial karena Rancangan UU (RUU) ini mencoba melakukan penggabungan terhadap kehidupan pribadi yang bersifat moral dan spiritual dengan kehidupan bermasyarakat yang seharusnya sekuler. Kunci kelemahan dari RUU ini adalah pada penggabungan tersebut. Moral saya tidaklah sama dengan moral anda, ukuran-ukuran moral yang saya gunakan berbeda dengan ukuran-ukuran yang orang lain gunakan dan perbedaan ini terjadi pada setiap orang apabila dibandingkan dengan orang yang lain.

RUU ini sangat kontroversial karena mencoba memasuki wilayah-wilayah pribadi seseorang dengan memberikan ukuran-ukuran moralitas yang seragam. Berbicara moralitas, mau tidak mau, suka tidak suka, pasti akan mengikutsertakan masalah-masalah spiritualitas, sementara ketika kita mengkaji spiritualitas dalam level masyarakat umum, yang muncul adalah pengertian-pengerti an keagamaan.

Di titik ini, ketika moral berhubungan dengan spiritualitas dan spiritualitas berhubungan dengan agama, maka RUU tersebut telah menyentuh wilayah yang paling sensitif dari masyarakat umum. Situasi menjadi makin lebih rumit ketika agama-agama sendiri, sesungguhnya tidak memiliki suatu kata sepakat tentang ukuran moralitas. Seorang Kristen Liberal memiliki pandangan yang bertolak belakang dengan seorang Kristen Ortodok dalam masalah moralitas. Seorang Mutazilah mungkin memiliki pandangan moralitas yang cenderung liberal, sementara Wahabi cenderung konservatif.

Bagaimana dengan Hindu ?

Salah satu simbol utama dalam Hindu adalah Lingga – Yoni, dilihat dari sisi RUU ini, simbol ini adalah pornografi yang paling parah.

Bayangkan, lambang Tuhan dalam bentuk menyerupai Penis dan Vagina diletakkan di tempat-tempat suci dan dipuja-puja

Entah akan masuk ke Neraka macam apa orang-orang semacam ini, karena neraka paling jahaman sekalipun rasanya akan tercemar apabila menyiksa orang-orang dengan tingkat kebejatan moral seperti ini.

Bagaimana orang-orang Hindu mencoba menjelaskan hal ini ?

-. Ini adalah simbol habib

+. Simbol apa ? Membuat simbol mahluk hidup saja dilarang, apalagi membuat simbol Tuhan dalam bentuk penis dan vagina, di tanah Arab kami tidak menggunakan simbol-simbol

-. Itu simbol Siwa yang melambangkan Purusa dan Uma yang melambangkan Prakirti, konsep Purusa dan Prakirti berasal dari filsafat Samkya. Dalam agama kami, pembuatan dan penggunaan simbol tidak dilarang karena simbol adalah cara manusia mengambil jarak dari obyek pikirannya, bukankah angka serta huruf juga adalah simbol, bukan begitu habib?

+. Apa itu Samkya, apa itu Purusa dan Prakirti ?

-. Samkya adalah salah satu aliran filsafat Hindu, sedangkan Purusa dan Prakirti secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai kekuatan positif dan negatif yang membentuk alam semesta dan seluruh isinya. Model Samkya dapat habib bandingkan dengan model Aristoteles tentang predetermining factor.

+. Susah amat ? kenapa tidak disebut alam semesta saja ?

-. Kami memisahkan antara konsep sebelum penciptaan alam semesta, yang kami sebut dengan Nirguna Brahman, dengan konsep alam semesta yang telah berjalan seperti sekarang yang kami sebut dengan Saguna Brahman atau Hiranyagarba, konsep proses pembentukan alam semesta hingga menjadi bentuknya sekarang juga kami percayai sebagai konsep yang berbeda dan kami sebut dengan konsep Siwa Nataraja (Siwa the cosmic dancer). Konsep Hiranyagarba dapat habib bandingkan dengan konsep Immanuel Kant tentang reflectif judgement.

+. Di tanah Arab, kami percaya bahwa Tuhan tidak serumit itu dalam membentuk alam semesta, cukup bilang ”jadi” maka jadilah, ente kok suka bertele-tele sih ?

-. Tidak sesederhana itu habib, misalnya pembentukan waktu. Kita semua hidup dalam dimensi ruang dan waktu, seringkali orang yang berbicara tentang alam semesta hanya berbicara dari dimensi ruang dan melupakan dimensi waktu, pernahkah habib berpikir tentang waktu ? apakah habib mengetahui tentang konsep waktu yang bersifat linier atau singular ? Hindu membicarakan masalah ini habib, Hindu membahas dimensi waktu dengan simbol-simbol, misalnya salah satu kisah porno dewa Siwa dengan dewi Uma. Mereka sedang asyik masyuk di atas lembu Nandini dan saking hotnya, Siwa ndak tahan lantas crat-cret-crot diatas lautan, spermanya masuk lautan dan menjadi Batara Kala. Maaf habib, kalau cerita saya agak porno. Inti dari cerita ini sesungguhnya adalah konsep penciptaan waktu (Kala), dan bahwa waktu tercipta dari penggabungan dua unsur pembentuk alam yaitu Siwa (Purusa) dan Uma (Prakirti). Terciptanya Kala (dimensi waktu) adalah bersamaan dengan terbentuknya badan Batara Kala (dimensi ruang), rumit ya habib ?

+. Iya nih, rumit amat sih bikin konsep, pakai cerita porno pula

-. Memang sedikit rumit habib, maklum saat orang Arab masih keramas pake kencing onta dan kalau kencing ndak cebokan (karena susah air di padang pasir), leluhur Hindu kami di lembah Gangga sudah punya air berlebih dan tanah yang subur.

-. Eh, ente menghina leluhur ane ya ?

+. Bukan habib, saya hanya berbicara tentang sejarah dan fakta, saya tidak bermaksud menghina, cobalah habib baca lagi Ibnu Warraq dan Mohammed Arkoun

-. Heh, ente benar juga, hampir saja ane mengeluarkan ”pentungan arab” untuk ngepruk kepala ente

+. He, he, he, .... saya lanjutkan ya habib

-. Silahkan, silahkan, ...

+. Kalau habib tidak suka membaca kitab agama lain karena takut murtad, silahkan baca referensi lain, dalam masalah alam semesta beginian, ada buku bagus, judulnya The Brief History of Time, yang ditulis oleh seorang ahli fisika yang namanya Stephen William Hawking, CH, CBE, FRS yang biasa dipanggil Stephen Hawking, Buku ini bisa menjelaskan konsep cerita porno Hindu itu dalam logika modern. Saran saya baca buku itu aja, jangan cari jurnal ilmiahnya karena menggunakan bahasa matematika, isinya ya cuma angka-angka dan rumus-rumus saja, walaupun sesungguhnya angka dan rumus itu adalah juga simbol dari konsepsi manusia.

-. Kafir ente, kafir ente, ..., Stephen Hawking itu orang atheis, tulisannya itu najis, kalau mati dia itu ngantre di neraka jahaman. Dan lagi-lagi ente ngomong soal simbol, dari awal sudah ane bilang kalau orang arab itu tidak boleh bermain-main dengan simbol-simbol apalagi yang porno-porno

+. Ya udah kalo gitu, sepertinya habib memang ndak mau maju. Ada satu filsafat Hindu yang mendorong kemajuan, namanya Mimansa, dan jelek-jelek gini saya juga penganut Mimansa (walaupun cuma sedikit-sedikit) . Nah, kalau begitu silahkan habib tinggal disini, saya akan bergerak maju karena saya memang tidak merencanakan untuk jadi orang kolot, da,... da, ... habib, sampai jumpa di neraka jahaman

Hindu memiliki konsep-konsep Brahma Widya yang luas, dari Politheis, Monotheis, Monisme, Agnostik, sampai Carvaka yang menyerempet Atheisme pun ada. Seringkali konsep-konsep itu dibungkus dengan cerita-cerita dan simbol-simbol yang “aneh” Kenapa ini terjadi ?

Menurut saya, ini karena orang-orang bijak jaman dahulu ingin agar kita belajar menguak fakta dibalik fenomena, menemukan konsep dibalik cerita. Ini memang menuntut lebih banyak kerja keras dibandingkan cerita-cerita yang harus dipercaya secara tekstual. Orang-orang Hindu harus memiliki kecerdasan yang lebih tinggi agar mampu menemukan konsep-konsep yang disembunyikan dalam cerita dan simbol-simbol agamanya

Lalu apa tugas kita saat ini ?

Tugas kita adalah membaca, mengerti dan memahami konsep-konsep tersebut dan kalau masih punya waktu luang, ada baiknya kita membandingkan konsep-konsep tersebut dengan konsep-konsep yang lain, istilah gaulnya interfaith-comparis on.

Hanya apabila kita telah memahami konsepnya maka kita akan mengerti makna cerita dan simbol-simbol porno yang ada dalam lingkungan Hindu kita. Dan hanya dengan cara ini kita dapat menerangkan dengan baik kepada orang-orang yang berada diluar lingkungan Hindu tentang Hinduisme

Hasil akhirnya, dengan pemahaman ini, kita memiliki modal konseptual untuk melakukan penentangan atas RUU ngawur yang mencoba-coba menyeragamkan kehidupan moral masyarakat. Hanya apabila kita bergerak dengan konsep yang jelas kita akan dihargai dan didengarkan. Bergerak tanpa konsep sama seperti orang buta mencari kucing hitam di kamar yang gelap.

Inti tulisan ini

  1. Selama RUU ini masih bertendensi melakukan penyeragaman moral, tolak !
  2. Selama RUU ini tidak menghargai simbol spiritual yang berbeda, tolak !
  3. Selama RUU ini masih membuka ruang bagi massa - baca habib-habib - untuk melakukan penindakan dan aksi polisionil, tolak !
  4. Hanya apabila RUU ini sudah berkonsentrasi penuh terhadap pengendalian atau penghentian bahan-bahan pornografi dan memberikan hak penindakan secara eksklusif kepada kepolisian, baru kita akan memikirkan ulang untuk menerimanya.

Thursday, September 4, 2008

>Puasa, Upavasa, dan Shaum

“Siapa yang tahu asal kata puasa dari mana?” tanya seorang guru SMU-ku sepuluh tahun yang lalu. “Dari bahasa Arab, Bu,” Rudi, teman sebangkuku yang sekarang berprofesi sebagai dokter di Kota Malang, menjawab dengan lantang dan penuh percaya diri. Dengan senyum mengambang Bu Guru itu menjawab, “Bukan dari bahasa Arab tetapi dari bahasa Sansekerta yaitu upavasa.”

Dalam bahasa Sansekerta upavasa berarti:

a. Menetap, tetap berdiam di suatu tempat.
b. Tetap bergeming, tidak bergerak.
c. Tetap bertekun melakukan sesuatu.
d. Tetap bertekun melaksanakan sesuatu komitmen dengan segala konsekuensinya.
e. Tetap bertekun melaksanakan tuntutan/ syarat ritual dengan menyangkal nafsu-nafsu badani; tidak makan/minum dalam jangka waktu yang ditentukan oleh aturan agama (khususnya: Hindu).

“Puasa” dalam pengertian “e”, belakangan dilepaskan dari konteks keagamaan, sehingga sekarang kita mendengar orang bicara tentang “puasa” dalam berbagai konteks, misalnya:
a. Pasien harus “puasa” (tidak makan minum) dari pagi sebelum “pemeriksaan urine” di rumah sakit.
b. Para mahasiswa menjalankan “puasa ngomong, puasa makan, puasa minum” dengan menempelkan plaster di mulut mereka, sebagai tanda protes kepada pemerintah.

Sedangkan puasa dalam bahasa Arab adalah shaum atau shiyam. Sha-wa-ma = “menahan, berhenti, tidak bergerak”; sama maknanya dengan upavasa. Shaum/ shiyam = “siyam” (diserap ke dalam bahasa Jawa) = puasa; dalam agama Islam diuraikan sebagai: “menahan diri dari makan, minum, dan upaya mengeluarkan sperma dari terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari”.


Di Indonesia, istilah “puasa” telah dilepaskan dari konteks agama Hindu, justru lebih dikaitkan dengan agama Islam, sehingga kalau kita mendengar istilah “Bulan Puasa”, langsung saja kita mengaitkannya dengan “Bulan Ramadhan”-nya umat Islam. Walaupun secara etimologis, istilah “puasa” berasal dari kata “upavasa” yang jelas-jelas dari bahasa Sanskerta (bahasa suci “Veda” dalam agama Hindu), umat Hindu patut berbesar hati “mengizinkan” umat Islam di Indonesia menyerap istilah “puasa” ke dalam khazanah istilah “islami”, bahkan sebagian masyarakat kita, seperti kawan saya tadi, sampai mengira bahwa istilah “puasa” ini berasal dari bahasa Arab (bahasa kitab suci “Alquran”). Orang Arab, tidak mengenal “Bulan Puasa”, melainkan “Ramadhan” yang berarti “Bulan terpanas” (di mana dosa-dosa umat beriman dibakar/ dilebur sampai tuntas).

Beberapa tahun yang lalu aku pernah berdiskusi lesehan dalam sebuah forum di IAIN (sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta tentang puasa. Aku menjelaskan bahwa pemaknaan dan pelaksanaa puasa dalam Hindu tidak sama dengan kawan-kawan muslim.

According to the Hindu belief, fasting has a way of neutralizing or minimizing chaos in the body. Instead of focusing on food, when fasting, the whole body assists one in going towards spirituality. The word for fasting i.e. Upavasa itself means to move near (to the Supreme) and by implication to overcome helplessness.

Hindus fast in observance of a vow or holy day. Fasting can be done in many ways. A simple fast may consist of merely avoiding certain foods for a day or more, such as when nonvegetarians abstain from fish, fowl and meats. A moderate fast would involve avoiding heavier foods, or taking only juices, teas and other liquids.

Ketika aku menjalani hidup vegetarian selama lima tahun aku berpuasa untuk tidak mengkonsumsi bahan-bahan hewani tetapi aku masih menolerir susu dan telur. Seorang kawanku malah lebih ekstrim, selain nggak makan produk hewani dia juga nggak makan bawang dan bumbu-bumbu yang keras. Jadi kalau dia masak makanannya rasanya hambar, cuma dibumbui garam doank!

Dalam diskusi itu seorang kawan muslim mengkritik pelaksanaan dan pemaknaan puasa yang dijalani sebagian besar muslimin dengan cara yang dangkal dan instan. “Kita berpuasa,” katanya, “melakukan hitung-hitungan untuk memperoleh pahala sebanyak-banyaknya.” Ia juga heran mengapa di bulan puasa masyarakat kita justru menjadi konsumtif. Pernyataannya itu kontan memicu diskusi yang kian pelik. Sebagai “orang luar” aku lebih banyak mendengar. Aku sangat mengapresiasi keinginan mereka berbagi jnana dan widya.

Ah.....selamat menjalani ibadah puasa saudara-saudaraku......