Thursday, June 21, 2007

>cerita lucu


dompet kyai


Dalam rangka rekonstruksi Aceh pascagempa dan tsunami, FPUB berencana mengadakan beberapa program. Untuk itu saya bersama Kyai Abdul Muhaimin, Romo Yatno, Pendeta Bambang, Pdt. Up Effendi, Adi (putra Pdt. Up. Effendi), Ngatiyar, dan Rendra (baca juga “CATATAN PERJALANAN”) berangkat ke Aceh.Masing-masing mengenakan seragam FPUB berupa rompi berwarna krem dengan banyak kantong. Kami bermalan di Pastoran Gereja Katedral Medan.Para romo dan frater di sana menyambut kami dengan suka cita. Kedatangan kami mereka anggap sangat special karena sangat jarang ada rombongan tamu dari berbagai latar belakang agama berkenan singgah ke tempat mereka. Seperti kebanyakan bangunan gereja Katholik di Indonesia yang merupakan bangunan peninggalan Belanda yang berlangit-langit tinggi dan berdinding tebal, pun halnya pastoran yang kami tempati ini.Kami disediakan dua kamar berukuran single dan satu kamar berukuran besar, kira-kira 5x6 meter. Karena udara di Medan cukup menyengat, maka kami bertelanjang dada. Di samping mengemban tugas utama, kami juga ingin menikmati suasana kota Medan. Menjelang gelap saya memutuskan untuk santap malam di Belawan Square (BS). Hanya 100 meter dari pastoran.BS merupakan pusat jajanan yang khusus buka pada malam hari. Pada siang hari BS merupakan jalan raya yang cukup ramai dengan arus lalu lintas. Jelang senja jalanan sepanjang 500 meter dengan deretan toko di kiri-kanannya itupun ditutup. Gerai-gerai makanan pun digelar lengkap dengan kursi dan mejanya, pasti. Tanpa atap, alias beratapkan langit. Semakin malam semakin ramai. Penjual dan pembelinya umumnya warga keturunan China. Yang tak kalah unik, semua transaksi tidak boleh menggunakan uang, melainkan kupon. Saya pun bergegas memilih menu dan mecari tempat duduk, tentu saja, kalau bisa dekat dengan wanita cantik nan seksi. “Naluri lelaki,” kata SAMSON. Saya memilih menu vegetarian: nasi, sayur, "daging-dagingan" yang terbuat dari tepung gluten, dan jus jeruk. Lalu saya bergegas ke loket untuk menukarkan uang dengan kupon seharga uang yang saya tukarkan, Rp 25.000,00. Enjoy banget! Seandainya saya bersama kekasih saya pasti lebih romantis. Uhhh……Sambil menyantap menu para pengunjung dihibur oleh seperangkat sound system untuk berkaraoke ria. Nonton saja boleh, ikut karaoke juga bisa. Terserah kita. Yang tak kalah penting adalah kebersihan yang selalu terjaga. Piring yang digunakan hanya sekali pakai, terbuat dari kloroform. Kantong-kantong sampah selalu tersedia. Usai berjualanpun sampah langsung dibersihkan, tak ada sisa sampah untuk hari esok. Salut!!! Esoknya, Kyai Muhaimin tampak sibuk memeriksa tas, kantong celana, baju dan rompinya. Dan, ternyata, “Dompetku hilang,” katanya. Lalu iapun bergegas melapor ke kantor polisi terdekat. Terjadi sedikit ketegangan ketika polisi jaga menanyakan tempat kyai menginap. Kontan saja polisi itu terkejut. Lantas memarahi kyai. Bagi Kyai Muhaimin, yang sudah malang melintang di dunia antariman, tidur, makan dan sholat di pastoran adalah hal biasa. Tapi tidak bagi sang polisi. Ia menganggap kyai sudah nggak waras. “Kyai kok nginap di tempat orang Katholik,” begitu kira-kira pikirnya. Kami sepakat untuk memberikan sebagian uang saku kami guna meringankan musibah yang telah dialami kyai begitu kyai tiba.Untuk melupakan kejadian itu kami berwisata ke daerah dingin Berastagi. Lalu mandi airpanas di pemandian airpanas Sibayak. Esoknya kami berkemas, hendak kembali ke Jogja. Dan masing-masing mengenakan seragam rompi kembali. Ketika merogoh saku rompi, saya terkejut mendapati sebuah dompet tebal berwarna hitam. Lalu saya buka. “Lho, ini kan dompet panjenengan,” sambil saya tunjukkan kepada kyai. “Lha iya. Bener,” jawabnya. Ternyata rompi kyai tertukar dengan rompi saya. Kontan saja semua tertawa terbahak-bahak. “Hahahaha……,” serempak.. Capek dech………………. (Samarinda, setelah dua tahun berselang)

No comments: