Monday, June 11, 2007

>hari raya

suluh interfaith magazine. entah edisi kapan















MERAYAKAN HARI RAYA, YA BERBELANJA!

“Lebaran itu kan nggak mesti pake baju baru. Yang penting kan hatinya,” ucap salah seorang presenter sebuah televisi swasta. Ya, sudah menjadi sebuah tradisi tak terlulis penduduk negeri ini kalau merayakan hari raya tanpa pakaian baru itu kurang sreg. Pada masa-masa menjelang hari raya, terutama pada bulan Ramadhan, terjadi sebuah stimulus konsumsi yang luar biasa. Kalau menengok sejenak ke pusat-pusat perbelajaan, taruhlah supermarket, mal, ataupun departement store, deretan spanduk ataupun promosi, yang menawarkan diskon harga sebuah produk, mengundang selera pengunjung untuk segera merogoh kocek. Potongan harga yang cukup menggiurkan bagi para pembelanja yang akan merayakan hari raya. Potongan harga itu berlaku untuk berbagai jenis barang, mulai dari pakaian, sepatu, sandal, kebutuhan rumah tangga hingga barang-barang elektronik.
“Menurut aku itu adalah suatu hal yang lumrah-lumrah saja! Emang sih selain puasa makanan, kita juga harus puasa keinginan, tapi aku sendiri yakin bahwa mereka melakukan itu karena mereka menganggap lebaran itu pokoke hari yang spesial! Kan mereka ingin melakukan yang terbaik di hari raya ini!” ujar Nur Asriyani (20). Menyoal kebutuhan keluarga selama Ramadhan, ia memaparkan “Kebutuhan kami selama bulan puasa biasa-biasa saja. Kalau pun ada, paling soal makanan. Kami biasanya punya masakan yang agak istimewa pada bulan Ramadhan ini, biasanya pada saat buka puasa. Setidaknya ada tambahan jenis makanan atau minumannya.”
Di sampaing banjir diskon di berbagai pusat perbelanjaan, selama bulan Ramadhan, Natal dan tahun baru juga terjadi kenaikan harga-harga barang, terutama sembilan bahan pokok kebutuhan rumah tangga yang sering kedapatan langka di pasaran. “Ya, namanya juga pedagang, kan aji mumpung! Mumpung ada situasi yang mendukung, mereka pasti lakoni itu. Tapi sebenernya aku sendiri sih sebel melihat keadaan dimana hampir semua harga barang melambung tinggi,” ungkap Aprilia Ambar Ariani (20). Apriani yang ayahnya seorang pegawai negeri sipil ini mengungkapkan bahwa uang tunjangan hari raya (THR) dari kantor, tempat bapaknya bekerja, digunakan untuk membeli makanan dan minuman sebagai jamuan tamu saat datang di hari Natal. “Nah, kalau ada sisanya, biasanya bapakku membagi-bagikannya kepada anak-anaknya,” tambah Ariani.
Cerita soal THR, tak beda jauh diungkapkan oleh Nur Asriyani. Ayahya bekerja sebagai dosen dan sepenuhnya perekonomian keluarga disokong oleh sang bapak. Memang, dibandingkan dengan para pedagang pendapatan para pegawai tak berubah selama Ramadhan. Kalaupun ada, itupun berasal dari dana (THR) yang diperoleh dari kantor, tempat sang pegawai bekerja. “Pendapatan keluargaku tetap segitu-gitu aja. Soalnya bapakku kan PNS, jadi nggak seperti para pedagang , yang mungkin pendapatannya meningkat drastis pada saat bulan puasa. Tapi biasanya dapet THR kok! He..he..he..” ujar Asriani.
Mengingat pendapatan keluarganya yang pas-pasan, keluarga Asriani memiliki strategi khusus dalam mengatur pengeluaran selama Ramadhan. “Kami biasanya membeli barang yang penting-penting dulu. Nah, kalau dalam hal makanan, biasanya kami menghemat. Caranya, makanan untuk berbuka kami buat agak banyak, dan kalau tersisa banyak, kami biasanya makan masakan itu lagi pada saat sahur. Tapi kalau soal pakaian, gak ada masalah kok, soalnya kami kan nabung di hari-hari sebelumnya,” papar mahasiswi semester lima ini.
Keluarga Apriani juga memiliki strategi yang tak berbeda dengan keluarga Asriani dalam menyiasati pengeluaran menjelang hari raya. “Harga barang naik, disebabkan karena kebutuhan makanan dan minuman atau hidangan lainnya meningkat. Ya, untuk persiapan menjamu tamu, teman dan kerabat yang datang ke rumah. Sebenarnya pas hari raya ini kita harus saling menyambung tali silahturahmi dengan halal bihalal atau berkunjung sekedar untuk mengobrol ringan. Nah, karena tahu kebutuhan akan naik, maka kami biasanya nabung atau ngirit-ngirit uang lah beberapa bulan sebelumnya,” papar Apriani.
Menjelang hari raya, tayangan-tayangan televisi sarat dengan berbagai program yang berbau religius. Mulai dari kuis, sinetron, lagu-lagu hingga komedi. Sangat kontras dengan hari-hari biasanya. Menanggapi fenomena ini, Asriani tak keberatan dan bisa memaklumi.“Menurut aku sih mereka melakukan itu sebagian besar karena ingin ambil untung aja dari momen Ramadhan. Tapi itu bagus kok, paling nggak mereka bisa menyesuaikan dengan keadaan,” ujarnya.
Menyoal pemaknaan hari raya, Apriani mengungkapkan bahwa perayaan hari raya sebagai momen yang tepat untuk berkontemplasi, merenung dan mengevaluasi diri. “Itulah sebabnya kebaktian adalah hal yang paling penting dalam perayaan Natal,” ungkapnya. Agama selalu mengajarkan umatnya untuk hidup sederhana. Tak terkecuali menjelang hari raya. Boleh-boleh saja berbelanja asal tahu diri. “Kalau punya duit sih nggak apa-apa! Tapi kalau nggak, jangan memaksakan diri!cetus Apriani.
(I Made Perdana S & Igen Arya Wijaya)

No comments: