Monday, June 11, 2007

>penelitian di UGM

Majalah “Kabare Kagama” Edisi 158/XXXI/Agustus 2005


Melongok Tradisi Penelitian di UGM


“Kemampuan kita sebenarnya tidak kalah dengan orang asing. Kita hanya kurang percaya diri, terutama dalam berbahasa Inggris,” ujar Gayatri Indah Marliyani, mahasiswi Teknik Geologi. Pendapat tadi bukanlah tanpa alasan. Pada Pebruari-Mei 2005 lalu ia turut serta dalam proyek penelitian yang dilakukan oleh San Diego State University di suatu daerah di Jawa Timur. Selama penelitian itu ia memeroleh pengalaman dan ilmu yang sangat berharga.
Sejak dicanangkan sebagai research university, kegiatan penelitian di UGM kian menggeliat. Menurut Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Prof. Dr. Retno S. Sudibyo, M. Sc., Apt. research university adalah sebuah mindset bagi civitas akademika UGM. “Jangan dilihat secara kuantitas. Tetapi tolong dilihat sebagai sebuah upaya agar pendidikan dan pengabdian itu berbasis riset,” jelas Retno.
Untuk mewujudkan UGM sebagai research university, rektorat membuat empat agenda kerja, meliputi pembentukan mindset, pembentukan klaster, hibah dana penelitian (grant), dan pelatihan (workshop).
Kalau sebelumnya penelitian didasarkan pada scientific dan cenderung monodisipliner, kini UGM membuat terobosan dengan mengemukakan tiga konsep baru. Penelitian di UGM harus memiliki keunggulan. Untuk itu setiap usulan penelitian harus 1) inovatif dan inventif, 2) aplikatif dan kolaboratif, dan 3) multidisipliner.
Untuk menuju konsep tersebut UGM telah membentuk klaster sebagai wahana implementasi kebijakan rektorat. Klaster yang dibentuk sifatnya bukan struktural melainkan fungsional. Ada empat klaster yang dibentuk, yaitu sosial humaniora, agro, sains dan teknik, dan kesehatan dan kedokteran. Masing-masing memiliki kompetensi studi. Klaster sosial humaniora memfokuskan pada kesejahteraan sosial. Klaster agro memfokuskan pada keamanan dan keselamatan pangan. Klaster sains dan teknik memfokuskan pada material cerdas. Klaster kesehatan dan kedokteran memfokuskan pada studi tentang kanker.
Klaster-klaster tersebut berbeda dengan pusat-pusat studi yang sudah ada, kini tercatat ada 29 pusat studi yang dinaungi UGM. Bedanya, kalau klaster bersifat interdisipliner sedangkan pusat studi bersifat monodisipliner.
Untuk penelitian interdisipliner, Retno mencontohkan penelitian yang dilakukan oleh Kedokteran Gigi dengan Fisika Teknik dalam membuat gigi buatan yang sangat mirip dengan aslinya.
Tak cukup sampai di situ, UGM juga memiliki RUTI (Riset Unggulan Terpadu Internasional) yang mulai dilakukan penjaringan tahun 2005 ini. “Syaratnya, harus punya partner internasional,” jelas Retno. Dengan rancangan riset yang demikian diharapkan UGM dapat menarik dana riset yang cukup banyak. Namun sayangnya, Retno tak menyebutkan secara pasti dana riset yang telah dihimpun UGM. Tapi yang jelas, menurut Retno, dana milyaran rupiah sudah dikantongi UGM.
Riset-riset yang dirancang sedemikian rupa tersebut diharapkan mampu mengangkat nama UGM dalam jajaran universitas terbaik di dunia. Untuk itu, tentu saja riset-riset unggulan tersebut harus dipublikasikan dalam jurnal-jurnal internasional. Di sinilah ketangguhan para akademisi UGM dipertaruhkan. Selama ini, publikasi internasional untuk riset-riset di lingkungan UGM masih kurang. “Banyak dosen yang belum mengetahui bagaimana tata-cara menulis di jurnal internasional,” terang Retno.
Untuk itu UGM giat mendorong penguatan penulisan ilmiah bagi para akademisinya agar mampu go international. Salah satunya dengan mengadakan program International Scientific Writing bagi para akademisi UGM. “Tahun ini diadakan tiga kali lokakarya penulisan ilmiah. Yaitu pada bulan Juni, Agustus, dan Oktober. Masing-masing diikuti oleh 40 peneliti,” terang Retno.
Keberhasilan research university, menurut Retno, dapat dilihat pada alokasi dana riset yang berkisar 50-70%. Selain itu, terjadi keseimbangan antara lulusan pascasarjana dengan S1.
Bagaimana para akademisi UGM menanggapi iklim riset yang sedang melonjak ini? Menurut Dra. Ani Setyopratiwi, M.Si, dosen Jurusan Kimia FMIPA, ia sangat terbantu dengan berbagai kemudahan dalam melakukan penelitian. “Selain kemudahan mendapatkan dana riset, saya jadi terpacu untuk membuat proposal penelitian karena sifatnya yang kompetitif,”ujar Ani.
Cita-cita UGM sebagai research university tak cuma menggembleng para akademisinya, tetapi juga merambah para mahasiswa tingkat S1-nya. Untuk menanamkan jiwa meneliti, mahasiswa UGM dididik untuk belajar interdisipliner. Interdisipliner menuntuk mahasiswa untuk memecahkan persoalan yang aktual di masyarakat dengan pendekatan beberapa disiplin ilmu. Untuk itu, tiap mahasiswa harus berpikir terbuka untuk mau terus belajar dan tidak boleh ada arogansi jurusan mana yang paling baik. Untuk itu agaknya cukup tepatlah program Kuliah Kerja Nyata (KKN) digulirkan.
Namun sayangnya, KKN kurang mendorong mahasiswa untuk berpikir dan bertindak ilmiah. Menurut Retno, program penelitian untuk mahasiswa S1 memiliki tiga hal yang sulit dipunyai. Pertama, penelitian harus bersifat unggulan. Ini sulit dilakukan oleh mahasiswa karena kapasitas pengetahuan dan keterampilan ilmiahnya masih sangat terbatas. Kedua, harus berkelanjutan. Lama studi mahasiswa yang cukup singkat tidak memungkinkan dilakukan riset yang mendetail dan dalam jangka waktu lama Ketiga, harus punya networking yang luas. Ini jelas sulit dilakukan mahasiswa.
Tapi, UGM masih punya program lain yang cukup mengesankan untuk medorong lahirnya para peneliti muda. Setiap tahun UGM rajin mengirimkan mahasiswanya untuk mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional. “Tahun 2005 ini ada 22 proposal penelitian mahasiswa yang akan diikutsertakan dalam PIMNAS di Padang,” terang Sunarto, S. Sos., Kepala Biro Kemahasiswaan dan Alumni UGM, yang ditemui di ruang kerjanya.
Selain itu ada pula Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) untuk menjaring mahasiswa yang tertarik menuliskan ide-idenya yang dituangkan secara ilmiah ke dalam tiga kategori, IPA, IPS, dan pendidikan. “UGM masuk wilayah B. pemenang di tingkat universitas akan dsaring lagi tingkat wilayah kemudian pemenangnya akan dikirm mengikuti PIMNAS di Padang,” ungkap Sunarto.
Pada seleksi tingkat wilayah 2005 ini, wakil UGM bidang IPS berhak melaju ke Padang. Melongok partisipasi UGM pada PIMNAS tiap tahunnya, kiranya seluruh civitas akademika UGM patutlah bangga. Pasalnya, UGM selalu menempati tiga besar juara dengan dibayang-bayangi oleh IPB dan Unibraw.
Masih ada satu lagi ajang lomba penelitian mahasiswa. Namanya Program Kreativitas Mahasiswa. Menurut catatan Sunarto, ada 312 proposal penelitian yang diajukan berasal dari berbagai fakultas di UGM. Tetapi, yang memenuhi kriteria dan mendapat bantuan penelitian hanya sebanyak 57 proposal.
“Sekarang ini penelitian mahasiswa sedang booming. Ini tidak terlepas dari peran serta dosen pembimbing penelitian,” komentar Sunarto memberi alasan. Minat mahasiswa terhadap penelitian merupakan buah dari kerja keras yang berkelanjutan selama ini. Setiap tahun selalu diadakan lomba penulisan ilmiah di tiap fakultas. Belum lagi berbagai lomba menulis esai atau ilmiah popular yang diselenggarakan oleh badan proyek DUE-LIKE maupun berbagai organisasi intrakampus. Dan lagi, untuk mendorong mahasiswa lebih aktif mengembangkan diri, baik di bidang akademik maupun nonakademik, setiap tahun UGM mengadakan pemilihan mahasiswa berprestasi.
Berbagai kegiatan tersebut bukannya tanpa cela. Setidaknya penuturan Husni Thamrin, wakil UGM pada PIMNAS tahun 2004 lalu, patut direnungkan. ”Koordinasi panitia, terutama di tingkat fakultas harus dibenahi. Kompetisi harus lebih fair dengan mengumumkan adanya lomba kepada seluruh mahasiswa dan setiap mahasiswa boleh turut serta. Bukan hanya mahasiswa yang ditunjuk oleh dosen tertentu,” kenang Husni.
Tahun lalu ia beserta kelima rekannya, di Jurusan Sejarah, melakukan penelitian partisipatif selama satu minggu di Dusun Jeruk, Kepek, Gunung Kidul. Bersama kelompoknya ia melakukan penelitian tentang tradisi rasulan. “Orang selalu mengidentikkan Gunung Kidul dengan kemiskinan. Kami tertarik melakukan penelitian di sana karena tradisi rasulan itu merupakan perayaan yang cukup mewah. Kemewahan di tengah himpitan ekonomi yang tak bersahabat itulah yang menarik,” terang mahasiswa yang berencana wisuda Agustus ini.
Terbersit kekhawatiran dalam benak Husni melihat minat belajar para mahasiswa sejak UGM diberlakukan sebagai BHMN. Pasalnya, mahasiswa angkatan 2003 dan 2004 agaknya kurang tertarik dengan hal-hal yang berbau penelitian. “Untuk menarik minat mereka, mungkin harus ada strategi khusus. Kalau zaman saya insentif berupa uang merupakan hal yang menggiurkan. Tapi generasi sekarang mungkin tak tertarik dengan sejumlah uang yang tak seberapa itu. Harus ada stimulan yang tepat,” papar Husni.
Persoalan riset tak bisa dilepaskan dengan kegiatan pendokumentasian dan publikasi hasil penelitian. Untuk itu kemampuan menulis mahasiswa harus benar-benar terlatih. Retno, Ani, dan Sunarto mengeluhkan kemampuan menulis para mahasiswa Kampus Biru. Husni menyadari bahwa kemampuan menulis mahasiswa memang masih harus ditingkatkan. Namun, ia merasa beruntung kuliah di jurusan Sejarah. Pasalnya, di setiap angkatan selalu dibentuk kelompok-kelompok studi. Di sana ia bisa mengasah kemampuannya dalam menulis secara runut dan sistematis.
Menyoal memancing motivasi mahasiswa untuk meneliti, selain adanya stimulan yang tepat seperti yang dipaparkan Husni, agaknya penuturan Ani patut dicermati. Selama ini Ani memancing motivasi mahasiswanya dengan cara memberikan beberapa pilihan tema penelitian. Selain itu, ia kerap mengundang pihak industri agar mahasiswa mampu melihat dan memadukan teori dengan praktik.
Saran yang lebih detail dipaparkan oleh Sunarto. Ada empat saran usulnya. Sosialisasi yang baik, kompetisi tiap fakultas diperketat (bahkan kalau bisa dilakukan lomba tingkat jurusan), insentif bagi pemenang, dan lokakarya untuk membimbing mahasiswa bernalar ilmiah.
Kalau para mahasiswa telah merasa kegiatan penelitian merupakan sebuah kebutuhan dan mereka mampu melaksanakannya, bukan tak mungkin bila UGM akan menghasilkan para peneliti andal. Pengalaman Gayatri dan Husni di atas, patut ditularkan kepada mahasiswa lain. Dengan demikian, agaknya, cita-cita UGM sebagai research university akan benar-benar terwujud. Semoga!

No comments: